Sudut pandang dari cerpen RSK karya Navis adalah “Aku tokoh tambahan”. Tokoh aku hadir untuk untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Setelah cerita tokoh utama habis, tokoh aku tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berenti di dekat Dan di pelataran kiri suaru itu akan Tuan temui orang tua yang biasanya duduk di saman dengan segala tingkah ketuannya dan ketaatannya beribadat. 54 Ibid., hlm. 5. 55 Ibid., hlm. 12. 56 Ibid., hlm. 13. 57 Ibid., hlm. 1. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Aku disini berperan sebagai pengantar cerita dalam memperkenalkan tokoh utama yaitu tokoh Kakek. Selain itu tokoh Aku juga menjadi pengantar pembaca untuk memasuki ke dalam cerita yang akan diceritakan langsung oleh tokoh utama tersebut. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi. Sebab aku tahu , kalau Kakek sudah membuka mulutnya, dia takkan diam lagi. Aku biarkan Kakek dengan pertanyaanya Setelah tokoh utama berkisah sendiri mengenai pengalamannya secara langsung, tokoh Aku hadir kembali di akhir cerita untuk menceritakan kejadian-kejadian yang terjadi selanjutnya pada tokoh utama dalam cerita ini. Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan “Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang 3. Alur 58 Ibid. 59 Ibid., hlm. 2. 60 Ibid., hlm. 4. 61 Ibid., hlm. 12. 62 Ibid., hlm. 13. Pada tahap penyituasian situation, kisah dimulai ketika Aku bertemu Tuan dan bercerita mengenai surau yang sebetar lagi akan roboh karena Kakek sudah tiada lagi sehingga tak ada yang merawatnya lagi. Tapi Kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya... 63 Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah Pada tahap pemunculan konflik generating circumstances dimulai ketika tokoh Aku bertemu Kakek yang sedang murung, tidak seperti biasanya yang selalu bergembira ketika bertemu tokoh Aku. Sekali hari aku datang pula mengupah kepada Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberi uang. Tapi sekali ini Kakek begitu Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan pernah salam tak disahutinya seperti saat itu. Kemudiang aku duduk di sampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek, “Pisau siapa, Kek?” “Ajo Sidi.”67 Pada tahap konflik yang semakin meningkat ditandai ketika tokoh Kakek mempertanyakan kesalahan atas tindakannya selama ini yang menurut bualan Ajo Sidi adalam manusia terkutuk. Tokoh Kakek pun mengalami konflik batin. ... “Apa ceritanya, Kek?” “Siapa?” 63 Ibid., hlm. 2. 64 Ibid. 65 Ibid. 66 Ibid., hlm. 2—3. 67 Ibid., hlm. 3. “Ajo Sidi.” “Kurang ajar dia,” Kakek menjawab. “Kenapa?” “Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggorokannya.” “Kakek marah?” “Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah begitu lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak ‗Alhamdulillah’ kataku bila aku menerima karunia-Nya. ‗Astagfirullah kataku bila aku terkejut. ‗Masya Allah’, kataku bila aku kagum. Apa salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia Pada tahap klimaks, tokoh Kakek tidak kuat lagi akan konflik yang terjadi dalam dirinya. Pemuncakkan konflik tersebut tokoh Kakek menangis dan menceritakan bualan dari Ajo Sidi. “Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya.”70 Dan aku melihat mata Kakek berlinang aku jadi belas kepadanya. Dalam hati aku mengumpati Ajo Sidi. Tapi aku lebih ingin mengetahui apa cerita Ajo Sidi yang begitu memukul hati Kakek. Dan akhirnya Kakek bercerita Akhirnya tokoh Kakek bunuh diri sebagai tahap penyelesaian dari cerita ini. “Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”72 68 Ibid., hlm. 4. 69 Ibid., hlm. 5. 70 Ibid. 71 Ibid. 72 Ibid., hlm. 13. 4. Latar Latar tempat pada cerpen Robohnya Surau Kami tidak di jelaskan secara tersurat tetapi ada beberapa indikasi yang menunjukan latar tempat dari cerita tersebut. Kata garin kata asli dari bahasa daerah Padang yang artinya penjaga surau atau orang yang suka azan di surau atau mushola. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Selain kata garin, terdapat penyebutan kata Ajo untuk memangil tokoh Ajo Sidi. Ajo atau Uniang umum digunakan di daerah pesisir minang terutama di padang, padang pariaman, dan Maka dapat disimpulkan bahwa cerita pada cerpen ini terjadi di daerah Padang Pariaman. Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu Latar waktu peristiwa pada cerpen ini terjadi selama dua hari. Hal ini terlihat ketika tokoh aku mendatangi Kakek. Kemudian setelah hari itu tokoh Kakek diketemukan telah meninggal di waktu subuh. Sekali hari aku datang mengupah kepada Kakek. Biasanya kakek bergembira menerimaku, karena aku suka memberinya “Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”77 Latar sosial yang terjadi pada cerita yaitu keadaan masyarakat yang sangat senang mendengar dan membuat bualan dalam bentuk sindiran 73 Ibid., hlm. 1. 74Palito Alam, “dendeng Ciek Uda...Keapa Ikan Ciek Ajo” artikel di akses pada 19 Juli. http// 75 Robohnya Surau Kami. Jakarta Gramedia. 2010. hlm. 3. 76 Ibid., hlm. 2—3. 77 terhadap suatu hal. Hal ini juga terlihat karena masyarakat Pariaman memang sangat terkenal karena kemampuannya dalam menyindir dan Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pameo akhirnya80 5. Tema Tema theme, menurut Stanton dan Kenny adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita81. Tema dapat dibagi menjadi tema tradisional dan tema nontradisional. Pada umumnya tema tradisional merupakan tema yang digemari orang dengan status sosial apa pun, di manapun, dan kapanpun. Selain hal-hal yang bersifat tradisional, tema sebuah karya mungkin saja mengangkat sesuatu yang tidak lazim, katakan sesuatu yang bersifat nontradisional. Karena sifatnya yang nontradisional, tema yang demikian, mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca, bersifat melawan arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan, mengecewakan atau berbagai reaksi afektif yang lain. Tema pada cerpen RSK karya Navis adalah Kelemahan Iman. Tema pada cerpen ini merupakan tema nontradisional karena akhir cerita pada cerpen ini tidak sesuai dengan harapan pembaca. Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, keserahkan kepada Allah subhanahu wataala. Tak 78 Idris, Soewardi, “ Navis dan Cerpen Dunia Akhirat.” Dalam Abrar Yusra, ed. Otobiografi Navis. Yogyakarta Pustaka Utama. 2008. hlm. 388. 79 hlm. 3. 80 Ibid. 81 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi Yogyakarya Gadjah Mada University Press, 2005, hlm. 67 pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku Di awal cerita seperti pada kutipan di atas cerpen ini memberikan harapan melalui tokoh utama protagonis bahwa tokoh protagonis ini merupakan perwujudan dari tokoh yang dapat dikagumi oleh pembaca namun pada akhir cerita hal yang mengecewakan terjadi yaitu tokoh utama protagonis melakukan perbuatan yang tidak diharapkan oleh pembaca yaitu bunuh diri. Perbuatan ini merupakan perbuatan melawan arus dari karakter nilai agama yang dimiliki oleh tokoh tersebut. “Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia mengguruh lehernya dengan pisau cukur.”83 Dari unsur-unsur intrinsik yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen ini menyajikan karakter tokoh yang kuat. Hal ini terlihat dari dialog-dialog tokoh yang sangat menggambarkan karakter tokoh tersebut. Karakter tokoh juga sangat mewakili watak dari realitas yang ada. Ini terkait pula dengan latar sosial yang ingin disampaika Navis yang menggambarkan keadaan sosial masyarakat Padang Pariaman pada masa itu senang mencemooh melalui bulannya. Dari ide tersebutlah navis mengangkatnya menjadi sebuah karya sastra. Action dari pergerakan alur di awal cerita sangat padat namun dari bagian konflik hingga penyelesaian menjadi sedikit lambat. Hal ini terkait mengenai penjelasan sebab dari pemunculan konflik pada awal cerita yang dijelaskan pada bagian klimaks menuju penyelesaian. Tidak hanya itu, di akhir cerita pun pembaca masih dikejutkan karena tokoh utama yang tidak sesuai dengan harapan pembaca. Tokoh utama mati dengan cara yang tidak diinginkan oleh pembaca yaitu bunuh diri. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa cerpen ini menyajikan hal yang baru bagi perkembangan sastra pada 82 hlm. 5. 83 masa itu mungkin hingga saat ini. maka, wajarlah jika cerpen ini menjadi salah satu cerpen yang fenomenal dan masih dikritisi hingga saat ini. b. Respons Pembaca Remaja Terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami Karya Navis Dalam penelitian mengenai respons pembaca remaja peneliti menggunakan cerpen RSK karya Navis karena seperti yang telah disampaikan pada penjelasan sebelumnya cerpen RSK karya Navis merupakan cerpen yang respons pembaca remaja terhadap cerpen RSK karya Navis menggunakan dua jenis kuesioner. Kuesioner pertama dengan nama kuesioner A dan kuesioner kedua dengan nama kuesioner B. 1. Kuesioner A Kuesioner A menggunakan pengembangan suatu metodologi sebagai landasan untuk menentukan rasionalisasi value judgments yang diberikan pembaca terhadap suatu teks sastra. Alasan yang mendasari orientasi yang lebih diarahkan pada pembaca karena adanya kenyataan bahwa dari pembaca itulah kita harus membuktikan reaksi evaluatif. Dalam kuesioner ini terbagi dua pertanyaan. Pertama, mengenai frekuesi responden dalam membaca cerpen. Kedua, petanyaan berpusat pada kriteria apa yang digunakan pembaca sebagai dasar penilaian pembaca terhadap teks sastra khususnya cerpen dan apakah pembaca menentukan fungsi estetis suatu teks sastra sebagai hal yang dominan. Hal ini juga berkaitan erat dengan jenis pembaca yang jadi fokus penelitian ini. Maka diberikan pula penilaian mengenai tingkat kebiasaan pembaca dalam membaca cerpen. Tabel Pertanyaan Seberapa sering Anda membaca cerita pendek? No Pilihan jawaban Jumlah Persentase 1 Sangat Sering 2 10 2 Sering 5 25 3 Kadang-kadang 8 40 4 Jarang 5 25 5 Tidak Pernah Sama Sekali - - Jumlah 20 100 Dari Tabel terlihat bahwa 2 reponden dari 20 responden menyatakan bahwa sangat sering dalam membaca cerpen dan 5 responden menyatakan bahwa frekuesi sering menjadi pilihan dalam membaca cerpen. Responden terbanyak menyatakan hanya kadang-kadang dalam membaca cerpen dengan jumalah 8 responden dan 5 responden dari 20 responden menyatakan diri jarang dalam membaca cerpen. Pada kategori tidak pernah sama sekali, tidak ada responden yang memilih kategori tersebut. Dari persentase keseluruhan maka dapat dinyatakan dalam membaca cerpen kebanyakan dari responden memilih frekuensi kadang-kadang dengan jumlah persentase 40 persen. Sedangkan responden yang memprioritaskan kegiatan membaca yang diisi dengan membaca cerpen dengan frekuensi sangat seringa hanya 10 % dari 100 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca cerpen bagi responden bukan menjadi kegiatan membaca yang diprioritaskan. Responden lebih banyak memilih kegiatan membaca hal yang lain sebagai kegiatan utama membaca atau memang kegiatan membaca bukanlah menjadi prioritas dari kegiatan yang dikhususkan bagi responden. Tabel Pertanyaan Kriteria manakah yang menurut Anda harus terdapat dalam cerpen yang “baik”? a. Responden 1 Kriteria emosional No Jawaban 1 Menyentuh hati 2 Memiliki makna yang mendalam 3 Bisa memotivasi pembaca dengan baik 4 Dapat mempermainkan emosi pembaca dengan baik 5 Realistis dengan kehidupan nyata Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Diksi bagus 2 Kosakata beragam 3 Tidak kaku dalam bahasanya 4 Alur menarik dan membuat penasaran 5 Judul menarik b. Responden 2 Kriteria emosional No Jawaban 1 Cerpen yang bisa membuat pembacanya terhanyut 2 Cerpen yang bisa membuat tegang 3 Cerpen yang bisa membuat penasaran 4 Cerpen yang bisa membuat terharu 5 Cerpen yang emosional Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Menggunakan gaya bahasa yang baku 2 Memuat alur maju ataupun mundur 3 Penyelesaian cerpen tidak menggantung 4 Memiliki bermacam-macam latar 5 Memiliki tokoh pendamping c. Responden 3 Kriteria emosional No Jawaban 1 Yang menarik pembaca kedalam suasana cerita 2 Yang bisa membuat menangis pembaca jika ceritanya sedih 3 Yang dapat memotivasi pembaca 4 Bisa menimbulkan rasa penasaran atau keingintahuan 5 Dapat membuat pembaca tertawa saat ada peristiwa lucu Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Alurnya jelas 2 Memiliki bahasa yang lugas dan mudah dipahami 3 Covernya menarik 4 Isinya tentang kehidupan nyata/sesuatu yang tidak biasa 5 Pemilihan karakternya harus cocok d. Responden 4 Kriteria emosional No Jawaban 1 Yang bisa membuat pembaca menghayati ceritanya 2 Mempunyai amanat yang bagus 3 Mempunyai pencitraan yang kuat 4 5 Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Susunan stuktur ceritanya pas 2 Pemilihan diksinya pas 3 Penyusunan kalimatnya pas 4 5 e. Reponden 5 Kriteria emosional No Jawaban 1 Yang membuat perasaan sedih 2 Yang dapat membuat tokoh-tokohnya hidup atau kita bisa berimajinasi dari cerpen tersebut 3 Yang bisa membuat kita terhanyut dalam cerpen tersebut 4 Yang tokohnya seperti real di kehidupa nyata Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Yang temanya menarik 2 Bahasanya indah tetapi mudah dimengerti 3 Bahasanya puitis tapi jangan terlalu berat 4 5 f. Responden 6 Kriteria emosional No Jawaban 1 Punya pesan yang memotivasi 2 Membuat pembaca sedih dan hanyut dalam suasana 3 Membuat pembaca penasaran dengan endingnya 4 Bahasanya dapat membuat pembaca terbayang-bayang 5 Punya happy ending Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Bahasanya mudah dimengerti 2 Tersusun dengan urut sesuai kejadian sebenarnya 3 Tokohnya jelas 4 Suasananya bagus g. Responden 7 Kriteria emosional No Jawaban 1 Menumbuhkan semangat hidup 2 Menumbuhkan jiwa sosial 3 Menghilangkan amarah 4 Memberikan kesan romantis 5 Berakhir dengan senang Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Akhir cerita tidak menggantung 2 Tokoh yang kuat/ tegar 3 Menggunakan bahasa gaul 4 Tidak mengandung kata-kata kotor 5 Menggunakan gambar h. Responden 8 Kriteria emosional No Jawaban 1 Dapat mengubah-ubah perasaan 2 Dapat merasakan real cerita yang ditulis oleh penulis 3 Ending cerita tidak selalu bahagia 4 Tidak dalam kehidupan sehari-hari/ ceritanya jarang terjadi sehingga dapat membuat penasaran Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Tersirat 2 Ceritanya tidak terduga 3 Bahasa yang mudah dikenali 4 Tidak monoton jalan ceritanya 5 Banyak deskripsi/ keterangan perasaan, latar,dsb tergambar jelas i. Responden 9 Kriteria emosional No Jawaban 1 Yang selalu mengigatkan kita tentang Allah SWT dan kematian 2 Yang bisa memotivasi hidup 3 Yang membuat sedih 4 Yang mendidik 5 Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Tidak bertele-tele 2 Temanya menarik 3 Judulnya menarik 4 Isinya membuat penasaran 5 Ada gambarnya j. Responsen 10 Kriteria emosional No Jawaban 1 Dapat memotivasi 2 Mampu membawa pembaca merasakan apa yang penulis rasakan dalam tulisannya 3 Tidak selalu happy ending, namun masalahnya yang ada dapat dijabarkan dengan jelas 4 Menyajikan banyak suasana hati 5 Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Judulnya menarik tidak langsung menggambarkan apa isi dari cerpen 2 Masalah yang ditampilkan bukan masalah biasa 3 Menggunakan diksi dan ungkapan yang indah 4 Menyajikan kosakata baru, misalnya bahasa daerah atau bahasa asing disertai dengan arti 5 Diselipkan gambar/animasi yang menarik di cover ataupun sela-sela tulisan k. Responden 11 Kriteria emosional No Jawaban 1 Yang membuat penasaran 2 Yang membuat motivasi 3 Alur ceritanya menarik 4 Yang endingnya bahagia 5 Yang sulit ditebak ceritanya Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Gaya bahasanya enak 2 Temanya menarik 3 Alurnya menarik 4 Tokohnya sedikit 5 Latarnya tergambar dengan jelas l. Responden 12 Kriteria emosional No Jawaban 1 Cerpen yang bisa membuat pembaca ikut merasakan ceritanya 2 Yang dapat membuat pembaca penasaran 3 Yang dapat membuat pembaca tegang 4 Yang dapat membuat pembaca memahami isinya 5 Yang dapat membuat pembaca berimajinasi Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Yang alurnya maju 2 Isi cerita mengandung nilai moral yang baik 3 Bahasanya mudah dipahami 4 Penyelesaiannya tidak menggantung 5 Mempunyai isi cerita yang menarik m. Responden 13 Kriteria emosional No Jawaban 1 Yang membuat pembacanya penasaran 2 Yang membuatpembacanya tersentuh dari kata demi katanya 3 Yang membuat pembacanya suka pada pelaku cerpennya 4 Yang membuat pembacanya tidak bosan 5 Yangh membuat perasaan pembaca senang atau tegang Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Yang mengandung amanat. Tidak perlu amanat yang terlalu tinggi tingkatannya, yang sederhana saja tetapi dilakukan di kehidupan sehari-hari 2 Yang temanya mencakup real kehidupan orang-orang umum 3 Yang masuk akal 4 Pelakunya tidak berlebihan 5 Paragraf demi paragraf cerita menyambung n. Responden 14 Kriteria emosional No Jawaban 1 Menarik orang membaca hanya dengan summary-nya atau kalimat pertamanya 2 Tidak mudah ditebak alurnya 3 Baik alur atau tokohnya membuat pembaca tersentuh 4 Pembaca dapat tertarik ke dalam dunia cerpen tersebut 5 Membuat pembaca berpikir apabila cerpen tersebut benar terjadi dalam dirinya terjadi Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Diksi yang baik 2 Satu paragraf rimanya sama 3 Ide yang standar namun dikemas atau dikembangkan dengan baik 4 Ide yang berbeda misalnya sejarah namun ditulis dengan alur yang cerdas yang tidak membosankan 5 Akhir yang tidak diduga dan tidak kalah dengan isi ceritanya sendiri o. Responden 15 Kriteria emosional No Jawaban 1 Cerpen yang menyentuh hati 2 Cerpen yang membawa pembaca menjadi ikut terbawa dalam cerpen tersebut 3 Cerpen yang benar-benar mendeskripsikan tokoh dengan rinci agar dapat terbayang oleh si pembaca 4 5 Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Alurnya maju atau mundur jangan campuran 2 Cerpen itu ada intisari atau pelajaran yang dapat diambil/dipelajari 3 4 5 p. Responden 16 Kriteria emosional No Jawaban 1 Yang penuh moral 2 Yang membuat penasaran 3 Yang membuat senang 4 Yang ceritanya membuat sedih 5 Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Yang sulit ditebakk endingnya 2 Temanya bagus 3 Yang sususnan ceritanya hampir mirip kehidupan sendiri 4 5 q. Responden 17 Kriteria emosional No Jawaban 1 Cerpen yang membuat sedih 2 Cerpen yang romantis 3 Cerpen yang memacu adrenalin 4 Cerpen yang menyentuh kalbu 5 Cerpen yang bertema kasih sayang Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Diksinya bagus 2 Isinya membuat kita berpikir 3 Penataannya bagus 4 Isinya tidak membingungkan 5 Penempatan kalimat bagus r. Responden 18 Kriteria emosional No Jawaban 1 Yang dapat membuat orang ketagihan dalam membacanya 2 Yang dapat membuat orang merealisasikannya dalam kehidupan nasihat yang baik 3 Yang dapat membuat orang sedih/ikut merasakan apa yang diceritakan di cerpen 4 Mengambil kisah tentang masalah sehari-hari dan membuat solusi yang mudah 5 Yang dapat dibaca oleh semua umur dan semua golongan manusia di dunia Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti jika menggunakan kata tidak baku 2 Membuat alur yang jelas kronologi jelas 3 Menggunakan imbuhan yang tepat 4 Menggunakan kata yang tidak menghamburkan kata 5 Pelakunya jelas s. Responden 19 Kriteria emosional No Jawaban 1 Yang dapat membakar perasaan pembaca sesuai dengan suasana dalam bacaan 2 Yang dapat membuat pembaca ‗galau mau berpihak pada protagonis atau antagonis 3 Menyimpan amanat yang mendalam namun tersirat 4 5 Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Perangkaian kalimat yang cerdas 2 Pemilihan kata yang tepat 3 Penggambaran suasana yang realistis sehingga pembaca dapat segera menvisualisasikan dalam otak 4 Perangkaian urutan kemunculan masalah yang membuat eakan masalah tidsak pernah habis 5 Akhir cerita yang tidak diduga t. Responden 20 Kriteria emosional No Jawaban 1 Cerpennya dapat membawa perasaan ikut serta dalam cerpen 2 Membuat penasaran dengan cerita selanjutnya 3 Membuat tertarik saat membaca pertama kali 4 Kriteria Intelektual No Jawaban 1 Temanya unik 2 Penggambaran tokohnya jelas 3 Penggambaran ceritanya jelas 4 5 Tabel menggambarkan dasar penilaian pembaca terhadap teks sastra yaitu cerpen. Dalam tabel ini responden diminta memberikan dasar kriteria cerpen yang baik menurut masing-masing reponden. Dasar kriteria ini dibagi menjadi dua bagian yaitu kriteria emosional dan kriteria intelektual. Penggambaran tabel ini menggunakan saran Alan C. Purves dalam buku Evaluasi Teks Sastra karya Rien T. Segers yang menyatakan bahwa dengan menanyakan pendapat mengenai kriteria cerpen ideal itu lebih memberikan harapan dari pada menanyakan daftar nama cerpen favorit Dari perkiraan saran Purves bahwa dua kategori yang paling besar dan penting dari kriteri sastra yaitu segi intelektual dan emosional. Maka, kriteria tersebut menjadi dasar penelitian tabel dalam kuesioner ini. Dari tabel dapat diambil simpulan yang digambarkan pada tabel dibawah ini. Tabel Kriteria Intelektual Kriteria Jumlah Pemunculan Kriteria Keterangan Bahasa 26 Pemilihan diksi Kosakata beragam Gaya bahasa 84 Segers., Evaluasi Teks Sastra, hlm. 108 dalam penulisan pernyataan tersebut lebih menggunakan bahasa penulis. Mudah dipahami Bahasa lugas Penyusunan kalimat yang baik Bahasa puitis Bahasa gaul Tidak kaku Pemunculan kosakata baru Penggunaan kata tidak baku Penggunaan imbuhan yang tepat
A Sinopsis. Novel ini berjudul robohnya surau kami karya A. A Navis ia mengangkat cerita seorang kakek yang taat beribadah tapi mempunyai suatu masalah. Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Datang seorang kakek tua dengan keikhlasan hatinya surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya.
Indonesia 1999, dan Majelis Sastra Asia Tenggara Mastera atas novel Mantra Pejinak Ular 2001, dan SEA Write Award dari Pemerintahan Thailand 2001. Ia meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 2005 pada umur 61 tahun akibat komplikasi penyakit sesak napas, diare, dan ginjal yang diderita setelah untuk beberapa tahun mengalami serangan virus meningo enchephalitis. Sebelum meninggal dunia, ia adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Gadjah Mada dan juga pengajar di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Ia meninggalkan seorang istri dan dua anak. Gagasannya yang sangat penting bagi pengembangan ilmu sosial di Indonesia adalah idenya tentang Ilmu Sosial Profetik ISP. Bagi Kuntowijoyo, ilmu sosial tidak boleh berpuas diri dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas, ia juga mengemban tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakatnya. Ia kemudian merumuskan tiga nilai dasar sebagai pijakan ilmu sosial profetik, yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi. Ide ini kini mulai banyak dikaji. Di bidang sosiologi misalnya muncul gagasan Sosiologi Profetik yang dimaksudkan sebagai sosiologi berparadigma ISP. C. Sinopsis Cerpen “Robohnya Surau Kami” karya AA. Navis Cerpen “Robohnya Surau Kami” ini bercerita mengenai di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk, datanglah seseorang yang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat untuk menjadi garin atau penjaga surau tersebut, dan hingga kini surau tersebut masih tegak berdiri. Meskipun kakek atau garin dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada hal pokok yang membuatnya dapat bertahan, yaitu dia mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue, atau rokok. Kehidupan kakek ini sangat monoton. Ia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau, dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Hasil pekerjaannya itu tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan. Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat dalam sebuah perbincangan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Dia memang tidak pernah mengingat anak dan istrinya, tetapi dia pun tidak pernah memikirkan hidupnya sendiri sebab memang tak ingin kaya atau membuat rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhan. Ia tak berusaha menyusahkan orang lain atau membunuh seekor lalatpun ia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhan. Kakek atau garin penjaga surau begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, ia tidak kuat memikirkan hal itu. Kemudian ia lebih memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur. Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat sekitar. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematian sang kakek. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau, dia tetap pergi bekerja. D. Sinopsis Cerpen “Burung Kecil Bersarang di Pohon” karya Judul: Robohnya Surau Kami Penulis : A.A. Navis Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tema : ReligiDeliusnoCibir Google, Microsoft Jualan Kaus 2.Ringkasan Dalam sebuah cerita Ajo Sidi kepada sang kakek yang berkisah tentang dialog antara Tuhan dengan Haji Saleh, bercerita tentang seorang warga Negara Indonesia yang selama hidupnya hanya Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri. Tikus berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang mampu membongkar misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat sepanjang yang kami temukan, namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami dikelilingi kebun kosong yang luas milik tetangga. Kami menduga tikus itu adalah tikus cukup besar dan bulunya hitam legam. Pertama kali kami menyadari kehadiran penghuni rumah yang tak diundang, dan tak kami ingini itu, ketika saya tengah menonton film-video The End of the Affair yang dibintangi Ralph Fiennes dan Julianne Moore, seorang diri, sementara istri telah mendengkur kecapaian di kamar. Waktu tiba pada adegan panas pasangan selingkuh Fiennes dan Julianne, tengah bugil di ranjang, yang membuat saya menahan napas dan pupil mata melebar, tiba-tiba kaki saya diterjang benda dingin yang meluncur ke arah televisi, dan saya lihat tikus hitam besar itu berlari kencang bersembunyi di balik rak buku. Jantung saya nyaris copot, darah naik ke kepala akibat terkejut, dan otomatis kedua kaki saya angkat ke atas. Baru kemudian muncul kemarahan dan dendam saya. Saya mencari semacam tongkat di dapur, dan hanya saya temukan sapu ijuk. Sapu itu saya balik memegangnya dan menuju ke arah balik rak saya amat kebelet memukul habis itu tikus. Namun, tak saya lihat wujud benda apa pun di sana. Mungkin begejil item telah masuk rak bagian bawah di mana terdapat lubang untuk memasukkan kabel-kabel pada televisi. Untuk memeriksanya, saya harus mematikan televisi dulu yang ternyata masih menayangkan adegan panas pasangan intelektual Inggris itu. Saya takut kalau tikus keparat itu menyerang saya tiba-tiba.Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya Navis - Selamat siang, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1955. Cerpen Robohnya Surau Kami ini menceritakan suatu tempat dimana ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Kemudian datanglah seseorang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat untuk menjadi garin atau penjaga surau tersebut, dan hingga kini surau tersebut masih tegak berdiri. Meskipun kakek atau garin dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada hal pokok yang membuatnya dapat bertahan, yaitu dia mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue, atau rokok. Kehidupan kakek ini sangat monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau, dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Hasil pekerjaannya itu tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan. Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Ajo sidi adalah seorang pembual yang datang kepada kakek penjaga surau sebelum kakek penjaga surau itu meninggal. Lalu, keduanya terlibat dalam sebuah perbincangan. Pada perbincangan itu, Ajo sidi mengisahkan tentang kejadian Haji Saleh di akhirat ketika dia dimasukkan ke dalam neraka. Haji Saleh tidak menerimanya karena Haji Saleh merasa dia adalah seorang yang rajin beribadah. Tak sekalipun Haji Saleh meninggalkan kewajiban Tuhan. Bahkan setiap waktunya hanya untuk menyembah Tuhan. Kemudian Haji Saleh datang menuntut kepada Tuhan atas semua apa yang dia kerjakan. Ternyata apa yang dikerjakan itu justru salah. Haji Saleh tidak seharusnya hanya mementingkan dirinya sendiri untuk beribadah dan sembahyang setiap waktunya demi masuk surga dan melupakan kewajibannya kepada anak dan isrtinya sehingga jatuh dalam kemelaratan. Itu yang membuat Haji Saleh dimasukkan ke dalam neraka. Padahal di dunia ini hidup berkaum, bersaudara, tetapi Haji Saleh tidak memedulikan mereka sedikit pun. Sepulangnya berbincang dengan Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Dia merasakan apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Dia memang tidak pernah mengingat anak dan istrinya, tetapi dia pun tidak pernah memikirkan hidupnya sendiri sebab memang tak ingin kaya atau membuat rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhan. Dia tak berusaha menyusahkan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada penjaga surau begitu memikirkan hal itu dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tertekan dan tidak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia lebih memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur. Kematiannya sungguh mengenaskan dan mengejutkan masyarakat sekitar. Semua orang berusaha mengurus jenazahnya dan menguburnya, kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematian sang kakek penjaga surau. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau, dia tetap pergi bekerja. Ajo Sidi yang mengetahui kematian kakek hanya berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan tujuh lapis untuk kakek, lalu dia pergi bekerja. Seperti rumah yang ditinggal penghuninya, surau yang dulunya digunakan untuk beribadah itu kini hanya dipakai untuk sekadar bermain anak-anak. Tidak ada lagi panggilan adzan, sholat berjamaah, dan lantunan ayat-ayat suci Al-quran. Bahkan jika ada ibu-ibu yang membutuhkan kayu bakar, tak segan-segan mengambil salah satu bagian dari tiang-tiang surau yang mulai lapuk dan hampir roboh. Tak ada lagi yang mau peduli terhadap surau tempat beribadah itu. Itulah pemandangan yang bisa dilihat dari surau seorang kakek setelah dia meninggal. Itulah tadi sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis. Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya.
Cerpenberjudul Robohnya Surau Kami merupakan sebuah prosa karya A.A. Navis. Sebuah cerpen yang bercerita tentang hakikat dan tujuan hidup manusia yang dikemas dalam sebuah wadah yang terbungkus secara rapi dalam bentuk komedi yang serius. Cerpen Robohnya Surau Kami bagi saya merupakan cerpen yang syarat akan makna dan pesan moral.Ringkasan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A Navis Tugas Pengkajian Cerita Rekaan, smt2 Di ujung jalan ada sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. Dan di pelataran kiri surau itu ada seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek. Sebagai penjaga surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum. Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari. Jika dilihat sekarang, gambarannya seperti suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak di jaga lagi. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya. Suatu hari aku datang mengupah Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu. Kemudian aku duduk disampingnya dan berbicara pada kakek. Kita membicarakan tentang Ajo Sidi. Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepada Kakek. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek. Kakek tersinggung dengan bualan Ajo Sidi. Kakek mulai menceritakan bualan Ajo Sidi. Kakek merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua yang dikerjakannya salah dan dibenci Tuhan? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat. Karena selalu beribadah kepada Tuhannya tak memikirkan suatu apapun. Tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Karena membiarkan anak cucu serta istrinya menderita, egois, hanya memikirkan dirinya sendiri. Padahal manusia hidup di dunia berkaum, bersaudara, tetapi tak dipedulikannya sedikitpun. Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan besoknya, terdengar kabar bahwa Kakek meninggal. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur. Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Dan Ajo Sidi meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis sedangkan Ajo Sidi tetap pergi bekerja.
DownloadEbook Kumpulan Cerita Humor Abu Nawas; Download Cerpen AA Navis Robohnya Surau Kami PDF; Download Makalah kajian Filsafat Terhadap Kebenara Download Ebook Madarijus Salikin, Perjalanan Menuj Download Ebook Pembahasan Qadha dan Qadar Ibnul Qo Download Ebook Tuntunan Lengkap Pernikahan Ibnul QDaripermasalahan di atas, penulis mencoba mengangkat sebuah cerpen yang cukup fenomenal berjudul “Robohnya Surau Kami” karya A.A Nafis. Dengan maksud supaya kita dapat mengapresiasi cerpen tersebut melalui analisis unsur yang terkandung di dalamnya. Maksudnya, cerita dalam cerpen hanyalah sebagian kecil penggalan hidup manusia. Berbeda .